Memandang aktifitas keterlibatan anak-anak gaza
dalam perang adalah menyaksikan sebuah keikhlasan menjadi calon
syuhada, calon yang akan mati syahid. Betapa tidak, ketika peperangan
berlangsung, anak-anak yang mencemaskan ternyata bisa menjadi lebih
berani di medan perang. Keberanian mereka ditunjukan dengan membawa bom
molotov ke tengah iring-iringan pasukan konvoi tank milik Israel. Dalam
jarak yang hanya beberapa meter, dari arah depan, pernah ada anak seusia
SMP yang melempar bom molotov ke arah konvoi tank itu. Kontan saja, bom
itu meledak tepat di atas tank, dan mengakibatkan para sopirnya
membuncahkan bom mereka ke berbagai arah dari tank yang mereka kendarai.
Sementara, anak yang melempar bom molotov itu kemudian lari bersembunyi
entah ke mana. Namun, amarah Israel memang memuncak setelah salah satu
tank-nya dilempari bom molotov. Tank – tank lain yang ada dibelakangnya
menjadi sibuk mengarahkan serbuan ke titik tertentu yang dianggap
sebagai basis persembunyian pasukan Hamas atau militer Palestina
lainnya.
Kadang – kadang, militer Israel juga
tidak tahu, bahwa di tempat – tempat tertentu di bawah tanah, anak –
anak sedang berkumpul mengatur strategi untuk melanjutkan penyerbuan ala
mereka. Mereka bisa saja seperti pasukan bawah tanah yang lihai, tang
tidak pernah diketahui kapan muncul dan menghilangnya. Dan, yang pasti,
penyerangan telah mereka lakukan, yang membuat militer Israel kelabakan.
Aksinya macam – macam. Anak – anak itu juga sudah mahir mengoperasikan
senjata seperti senapan. Karena berada di medan perang, maka situasilah
yang mengajari mereka untuk bertahan dengan pola penyerbuan ala mereka
sendiri.
Bahkan, mereka sering kali juga tidak
berkoordinasi dengan militer Palestina, apalagi pejuang Hamas. Mereka,
anak – anak itu, mengambil inisiatif sendiri, yang membuat militer
Palestina maupun pejuang Hamas kerap bingung sekaligus heran. Namun
tidak dapat berbuat apa – apa karena situasi dimedan perang sungguh tak
dapat dikendalikan. Apalagi, secara psikis, anak – anak itu juga
dirundung beban dendam atau apa pun yang harus dilampiaskan. Banyak
diantara mereka yang kehilangan saudara, kemudian hati mereka tergerak
untuk ikut berada di medan peperangan.
Jika ada anaknya yang terlibat di dalam
penyerangan, orang tua atau saudaranya yang mendengan hanya bisa
mendoakan dari kejauhan. Tidak ada yang bisa diberikan kepada anak –
anak itu kecuali doa. Sebab, doalah yang membuat orang tua atau saudara
yang mereka tinggalkan menjadi tenang. Tidak jarang pula, jika orang
tua atau saudara mereka masih hidup, ternyata juga ikut berperang
bersama warga lainnya. Jadi, satu keluarga bisa berperang menghadapai
serbuan Israel secara sendiri – sendiri. Waktulah yang akan membuat
mereka akan bertemu lagi di lain kesempatan, jika memang masih diberi
kesempatan untuk bertemu oleh Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar